PERANAN PENDIDIKAN MEMOTONG RANTAI
KEMISKINAN
Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada tahun 2002 memerlukan usaha terus menerus yang konsisten untuk memerangi/memecahkan masalah penduduknya yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Upaya memerangi kemiskinan itu harus merupakan komitmen semua komponen pembangunan yang dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran yang sama, yaitu keluarga kurang mampu, baik menyangkut kepala keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain dari keluarga tersebut.Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen pembangunan mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya akan tidak maksimal dan kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan tumbuh kembali dengan magnitute yang justru lebih membesar.Awas Ledakan Kemiskinan yang Baru Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran penduduk miksin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh.Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau anak-anak yang masih kecil atau anak remaja yang mungkin saja sekolah atau kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya kurang mampu.Anak-anak ini biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di sekolah hampir pasti anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan.Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya dan harus membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja keras sambil sebisa-bisa belajar pada tingkat pendidikan yang masih rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak keluarga kurang mampu itu yang sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan tinggi atau universitas. Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera dengan mudah drop-out karena berbagai alasan.Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif tinggi karena merupakan pendewasaan dari “baby boomers” yang dilahirkan pada tahun 1960-1980 yang lalu. Apabila kita tidak hati-hati baby boomers itu bisa menghasilkan keluarga miskin yang lebih banyak di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai berikut ini.
Pertama, jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini relatif tinggi, yaitu sekitar setengah paro dari 20 persen jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut. Jumlah ini tidak saja besar tetapi mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di tahun 1970 – 1980 yang lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk “menghasilkan anak” juga jauh lebih tinggi karena umumnya mereka, biarpun relatif kurang mampu, tetapi dilahirkan pada jaman yang jauh lebih kondusif dibandingkan dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu.
Kedua, anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu masih menikah relatif pada usia yang muda. Bagi keluarga kurang mampu menikah pada usia muda bisa merupakan treatment untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan tanggungan bagi orang tua yang bersangkutan. Mereka menikah dengan harapan bisa melepaskan diri dari lembah kemiskinan.
Ketiga, anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit tentang reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah. Bagi keluarga kurang mampu menikah dan mempunyai anak secara langsung hampir merupakan suatu kebiasaan yang belum berhasil di patahkan. Perkawinan muda menghasilkan jumlah anak yang lebih besar bagi keluarga kurang mampu baru tersebut.
Keempat, berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang makin baik, biarpun relatif kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum makin kecil. Dengan demikian jumlah anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada usia lima tahun atau lebih oleh pasangan muda akan tinggi. Kemungkinan bertambahnya anggota keluarga kurang mampu dengan demikian juga bertambah tinggi.
Kelima, ledakan ini akan menjadi resiko karena generasi muda keluarga kurang mampu tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi keluarga tetapi mereka sedang tergoda oleh kehidupan modern yang sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan
globalisasi dan kemiskinan lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan
biarpun ada ancaman penyakit HIV/AIDS, atau penyakit lainnya akibat pergaulan bebas
itu. Kondisi negatip itu akan menghasilkan anak dengan perhitungan yang sangat tidak
rasional.
Kewaspadaan dan Memotong Rantai Kemiskinan
Karena alasan-alasan itu maka upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang masih bersekolah, baik di pendidikan dasar, menengah maupun mereka yang berhasil meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Anak-anak mereka yang bersekolah itu harus dijadikan sasaran bersama untuk dibantu pemberdayaannya dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka dengan pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya atau bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya itu sekaligus merupakan upaya untuk memotong rantai kemiskinan yang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan nilai tambah yang relatif rendah. Apabila pertambahan keluarga miskin itu dapat dicegah maka dengan sendirinya upaya pengentasan kemiskinan itu tidak seperti upaya yang “berjalan di tempat”. Ini berarti untuk upaya pengentasan kemiskinan yang bersifat komprehensip kita harus mewaspadai para anggota keluarga kurang mampu yang ada secara menyeluruh. Dalam hubungan ini Yayasan Damandiri bekerja sama dengan Panitia Pusat UMPTN, selama beberapa tahun ini telah bekerja sama menolong anak-anak SMU untuk memasuki perguruan tinggi negeri. Biarpun usaha selama empat tahun sampai tahun 2001 yang lalu tidak pernah mencapai jumlah sasaran yang diharapkan karena mutu anak-anak keluarga kurang mampu yang tidak memadai, tetapi lebih dari 2500 anakanak keluarga kurang mampu dewasa ini sedang mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi negeri dengan pembayaran SPP-nya ditanggung oleh Yayasan Damandiri dan mereka juga dijamin dengan beasiswa dari Yayasan Supersemar.
Upaya itu dilanjutkan tahun ini dengan mengajak para pelajar anak keluarga kurang mampu di kawasan timur Indonesia untuk dibantu sejak duduk di bangku SMU,SMK atau MA. Mereka yang kebetulan anak keluarga kurang mampu tetapi menonjol di kelasnya, oleh masing-masing Kepala Sekolah atau Tim Sekolah masing-masing dikirim pada suatu pertemuan tingkat Kabupaten untuk mendapatkan bantuan biaya belajar mandiri (BBM) dari Yayasan Damandiri. Apabila anak itu beruntung dan terpilih di tingkat kabupaten, maka anak yang bersangkutan akan menerima bantuan biaya belajar mandiri (BBM) sebanyak Rp. 300.000,- berupa buku tabungan dari Bank pelaksana, yaitu Bank Bukopin, Bank BPD dan atau Bank BPR Nusamba.Dana bantuan BBM itu tidak dapat dicairkan oleh siswa yang bersangkutan kecuali untuk biaya menempuh ujian masuk perguruan tinggi negeri atau untuk usaha mandiri pada waktu siswa yang bersangkutan telah lulus dari SMU, SMK atau MA-nya.Dengan cara itu diharapkan anak-anak itu dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi dengan lebih tenang atau memotong rantai kemiskinan dengan bekerja secara mandiri dengan sedikit modal awal tabungan dan perkenalan awal dengan Bank yang kemudian hari dapat memberi bantuan kemudahan yang diharapkannya.Upaya Baru Menelusuri Anak Keluarga Kurang Mampu Menyadari betapa sulitnya menempatkan anak-anak keluarga kurang mampu sebagai titik sentral pembangunan dalam proses pemberdayaan, maka Yayasan Damandiri berkerja sama dengan beberapa universitas, negeri dan swasta, sedangberusaha keras mengembangkan cara baru untuk menempatkan anak-anak berbakat dari anak keluarga kurang mampu itu. Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah di Malang dan Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto dipilih sebagai univeristas model untuk mencari cara baru menemukan anak-anak berbakat dari keluarga kurang mampu tersebut.Dalam kerjasama ini ketiga universitas mencari anak-anak berbakat tersebut baik langsung dengan mendatangi sekolah-sekolah maupun mengundang Kepala Sekolah yang bersangkutan untuk mengirim calon-calon siswanya yang kebetulan anak keluarga kurang mampu melamar untuk menjadi mahasiswanya dengan mengikuti seleksi yang diselenggarakan oleh Tim Universitas yang bersangkutan.Selanjutnya calon mahasiswa itu diseleksi secara ketat oleh Tim Universitas baik dalam pengalaman akademisnya selama di SMU, SMK atau MA maupun latar balakang orang tuanya untuk ditentukan kemungkinan di fakultas yang menjadi pilihan siswa yang bersangkutan. Apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Universitas yang bersangkutan maka kemudian siswa itu mendapat pemberi tahuan bahwa dia diterima di Universitas dan fakultas yang menjadi pilihannya.Daftar siswa yang diterima lengkap dengan pengalaman akademis dan ciri-ciri latar belakang kedua orang tuanya dikirimkan kepada Yayasan Damandiri untuk sekali lagi mendapatkan penelitian tentang keadaan orang tuanya. Secara seksama latar belakang kedua orang tua siswa yang beruntung itu dicek kembali oleh Yayasan dan diputuskan bahwa siswa itu mendapat dukungan pembayaran seluruh biaya SPP sampai mahasiswa itu lulus menjadi sarjana pada fakultas atau universitas pilihannya.Pada bulan Agustus ini diharapkan sudah ada keputusan tentang nama-nama siswa lulusan SMU, SMK dan MA yang diterima menjadi mahasiswa dan mendapatkan dukungan pembayaran SPP dari ketiga Universitas yang menjadi model tersebut.Apabila percobaan dalam tahun ini berhasil diharapkan tahun depan Yayasan dapat memperluas usahanya dengan mengajak kerjasama dengan Universitas lainnya sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia.Kerjasama ini merupakan kerjasama gotong royong karena Yayasan Damandiri tidak bisa menyediakan beasiswa untuk para mahasiswa selama mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi yang ada. Akan diusahakan kerjasama lebih lanjut dengan Yayasan Supersemar untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa anak keluarga kurang mampu tersebut.Mulai Berhasil Angkatan pertama tahun 1999 mulai memasuki semester terakhir. Dalam waktu singkat beberapa ratus dari angkatan pertama itu akan memasuki semester terakhir dan dalam waktu singkat tanpa terasa mereka, anak-anak keluarga kurang mampu itu akan menyelesaikan kuliahnya pada perguruan tinggi pilihannya. Dalam waktu singkat pula mereka itu akan memasuki pasar kerja dan bekerja memotong rantai kemiskinan yang digelutinya bersama orang tua dan keluarganya berabad-abad lamanya. Mereka akan menjadi pahlawan-pahlawan pembangunan yang mengoper peranan pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mereka diharapkan akan menjadi pekerja profesional yang tangguh dan pembela orang tua dan keluarganya secara berkelanjutan.Dengan cara ini setidaknya sekitar 3000 – 4000 mahasiswa anak keluarga kurang mampu akan menyelesaikan pendidikan tinggi dan dalam tahun-tahun yang akan datang akan membantu orang tuanya mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. (Prof. Dr.Haryono Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan-Miskin-382002).
by creator